Yang Tersimpan

Apa yang terjadi jika aku dan kamu masing-masing menyimpan banyak memori di satu tempat? Galau? Bukan, maksudku, bagaimana sulitnya menyimpan semua itu? Apakah kita menjadi manusia lemot yag lebih kaku dari robot? Hohoho. Mungkin tidak sampai seperti itu. Tapi rasanya penuh. Lelah?

Setiap melihat sebuah komputer atau handphone aku berpikir. Rasanya aku ingin bertanya langsung pada mereka satu per satu (ini bukan efek menyimpan memori terlalu banyak šŸ˜› ). Sungguh, rasanya ingin bertanya. Memori yang ada pada mereka, sebesar itu kapasitasnya, beratkah? Memangnya tidak mumet?

Isi memori mereka mungkin lebih banyak tugas presentasi atau makalah empunya. Tapi bagaimana dengan foto-foto? Tugas berupa makalah, kan, jelas, sangat berguna sampai kapan pun. Jadi bahan belajar. Bagaimana dengan koleksi foto-foto kenangan? Ya, foto kenangan yang bejibun, yang dimasukkan dalam jumlah besar, ribuan, lalu dibiarkan membisu di folder yang jarang sekali diziarahi. Aduh!

Aku seperti ingin menyapa memori mereka. Hai, memori komputer, apa kabar? Karena aku kasihan dengan beban berat mereka menyimpan foto-foto kenangan yang bahkan empunya sudah lupa di mana letaknya. Dalam hati, aku menyapa memori komputerku sendiri. Sudah panjang lebar kuceritakan macam-macam orang yang menelantarkan memorinya. Sedihnya, aku agaknya termasuk dalam salah satu golongan tadi. Menziarahi kenangan hanya sesekali. Aduduh!

Banyak sekali foto-foto yang kusimpan. Apalagi Gefant. Banyak karena satu objek punya banyak foto. Maksudku pemandangan sama, objek sama, itu diambil berkali-kali. Membereskannya (baca: menyeleksinya) seperti memilih baju di toko. Harus betul-betul dibandingkan. Ambil yang terbaik. Hai memori, ini kulakukan untuk mengurangi beban kerjamu šŸ™‚ . Baik, kan?

Soal memilih, mungkin aku lambat. Bukan orang yang cus! Ini saja nih! Seakin banyak fotonya, semakin lama, semakin bingung, dan semakin pusinglah aku. Ayolah, demi memori supaya bisa move on. Eh, salah itu! Demi memori yang berat kerjanya, ayo!

Susah memang memilih foto terbaik. Aku akhirnya selesai. Kata siapa itulah yang terbaik? Ya buktinya aku memilihnya šŸ™‚

Inilah beberapa foto-foto itu.

final_bstSnapshot_663741

UN udah di (depan) monitor. Bukan di depan mata, Kawan. Itu terlalu dekat. Tidak baik.

 

 

 

 

 

IMG-20150225-WA0005

Gefant2 Voice siap tempur

 

 

 

 

 

IMG-20140328-WA0007

Padahal belum siap. Hei balik lagi, ini yang terbaik!

 

 

 

 

 

IMG-20151028-WA0010.jpg

Sekilas dia tidaklah sakit. Karena wajahnya membuat dunia teralih.

 

 

 

 

 

IMG-20150116-WA0005

Jauh-jauh dari Jepang, jadi kita sambut dengan meriah. Welcome?

 

 

 

 

 

IMG-20150302-WA0045.jpg

Sudah pernah lihat gaya kuncup? Inilah kuncup!

 

 

 

 

 

IMG-20150116-WA0013.jpg

Betulan datang dari Jepang! Jadi disambut dengan meriaaaah.

 

 

 

Terakhir, meski bukan yang terbaik dalam album.
Saat semua kecuali piket sudah pulang.
Saat waktunya matahari sore menembus celah di jendela, seperti biasa.
Di ujung sana ada “our future”. Melihat satu foto ini saja membuat semua foto-foto di albumku beterbangan dari monitor.

Eh… mungkin lebay.

 

Maksudku, melihat ini saja membuatku rindu semuanya.

 

 

 

 

IMG-20150316-WA0004.jpg

Pojok lantai dua (ini pinjam hpĀ Milla šŸ™‚ )

Jadi, hari ini aku membereskan memori komputerku. Kasihan dia, lelah sekali menyimpan banyak foto. Aku sekaligus mengunjungi kenangan-kenangan. Mereka juga kasihan, lama tidak kusapa.

Sekarang aku bertanya padamu. Berapa foto-foto yang kau simpan di memori? Berapa lama sudah kau simpan mereka di sana? Apakah hanya kau simpan-simpan untuk yaaa mau disimpan ajah! atau untuk disimpan dan dikenang?

Kalau dikenang, jangan diabaikan! Sapa mereka, tanya kabarnya, dan pastikan tersimpan baik. Bukankah foto dibuat agar abadi?

Aku sering mendengar orang-orang bilang ingin mengabadikan peristiwa.