Beberapa waktu lalu aku disuruh membuat testimoni oleh kakak tutor di tempat bimbelku dulu. Kenapa? Karena lolos ujian, begitu kira-kira. Aku berpikir lamaaa sebelum mengiyakan. Bukan karena tempatnya yang jauh (tapi betulan jauh sih 😦 ). Pikiranku malah mempermasalahkan isi testimoni itu hahaha. Apa yang nanti akan kusampaikan? Terima kasih? Sudah pasti iya. Apa lagi?
“Pokoknya mantap deh kalo di sini!”
“Ayo belajar di sini, mudah paham deh!”
Bagaimana jika nanti ada yang mengeluh dan menyalahkan testimoni itu?
Sebenarnya ada testimoni yang lebih berarti.
◊◊◊
Ujian nasional sudah selesai. Saatnya bersiap untuk seleksi perguruan tinggi. Tempat-tempat bimbel mulai menawarkan diri. Ada satu yang meskipun jauh, harganya cukup terjangkau. Maka itu jadilah pilihan beberapa di antara kami. Bersembilan.
Sulit juga meyakinkan diri. Aku tahu, untuk ke sana tiap hari terlalu jauh dan mahal dengan angkot. Bagaimana dengan nebeng? Bukannya sudah biasa? Iya, biasa, tapi tidak mungkin menggantungkan diri setiap hari, kan?
Ternyata aku lebih sering nebeng. Yaiyalah! 😛
Satu hari, satu jam sebelum les dimulai, dia bilang akan menjemput seperti biasa. Baiklah, aku tunggu. Lagipula biasanya kami berangkat setengah jam sebelum les. Sudah siapkan buku, siapkan makan, dia datang. Turun dari motornya, memanggil dari luar. Ada yang beda? Ya. Bagaimana mungkin berangkat les cuma bawa diri dan motor?
“Ayo berangkat.”
“Lah, tasnya mana?”
“Mm… gak bawa. Kan ga les. Mau pergi.”
“Lah, bilang dong, kan bisa berangkat dari tadi. Terus ngapain ke sini?”
“Mau ke tempat les. Buruan!”
Ada orang mau les, akhirnya batal les, tapi mau ke tempat les. Orang macam apa dia?
“Kalo gak les, mau ngapain?”
“Mau nganterin! Buruan ah.”
Padahal bisa naik angkot sendiri. Di rumah kan ada motor juga, bisa minta antar. Tidak jadi aku bicara. Mau apa lagi? Sudah di depan pagar orangnya. Di suruh pulang, mana mau? Akhirnya betulan nebeng lagi hari itu.
Dengan angkot memang jauh karena lewat jalan besar. Tapi dengan motor pun tidak bisa dibilang dekat. Akhirnya aku terharu. Ter-ha-ru? Iya, sejak naik motor, masuk tempat les, selesai les, hingga tiba lagi di rumah.
Hari ini dia sedang berjuang untuk ptn-nya. Sebelumnya aku diajak untuk menemaninya membayar ini-itu, persiapan ujian. Ya, hari ini dia sedang berjuang lagi untuk yang kesekian kali demi masuk ptn. Jauuh, di tempatnya Sangkuriang. Aku tidak bisa menemani karena sungguh, itu jauh sekali. Dia juga sudah bilang ada mamanya yang ikut, jadi dia tidak sendiri.
Sebelum hari ini, dia bilang padaku. Dia bisa yakin karena mamanya. Apa dia bilang? Merasa semacam yakin. Apa ada jenis lain dari yakin? 😛
Hari ini ujiannya yang kesekian. Tulisan ini biarlah menjadi cerita sekaligus testimoni dariku. Andai aku bisa mengirim surat pada-Nya, akan aku lakukan. Aku tuliskan cerita ini, tentang orang yang membuatku terharu. Aku tahu Dia Yang Maha Melihat. Tapi siapa boleh melarangku menceritakan tentang teman yang, entahlah, sebegitu kuat hatinya mengejar keinginan. Tentang orang yang sering mengingatkanku untuk bersyukur.
Andai aku bisa mengirim surat pada-Nya, akan aku lakukan. Aku sampaikan testimoni yang panjang. Andai bisa, akan aku lakukan. Akan aku minta pada-Nya untuk menjaganya, memberinya kekuatan untuk menyelesaikan ujian. Dalam suratku, kumohon pada-Nya untuk memberinya kesempatan terbaik 🙂
Dalam penutup suratku, akan kusampaikan pada-Nya terima kasihku atas pertemuan dengannya tiga tahun yang hebat di putih abu-abu.
Ini testimoni atas seseorang yang membuatku terharu.
Untuk anak buah Sensei Dana yang sedang mengikuti SM UPI 2016
yang hampir tiap pulang sekolah atau les ditebengi
yang pakai helm saat hujan saja hahaha
yang sering melirik gerobak bakso geboy (abangnya atau baksonya? 😛 )
yang hanya ada satu di dunia.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.